MENANTI KEDATANGAN TUHAN DENGAN MELURUSKAN JALAN KEHIDUPAN

>> Minggu, 06 Desember 2009

Renungan Minggu, 6 Desember 2009 (Adven II)

Bacaan I (Maleakhi 3 : 1 – 4); Antar Bacaan (Lukas 1 : 68 – 79);
Bacaan II (Filipi 1 : 3 – 11); Injil (Lukas 3 : 1 – 6)

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus,
Masa penantian adalah saat-saat yang berat bagi banyak orang. Misalnya saja, ketika saya menantikan kelahiran anak pertama. Sejak pecah ketuban jam 14.00 sampai 20.00, istri saya sama sekali tidak menunjukkan orang yang ingin melahirkan. Akhirnya dokter memutuskan untuk memberikan infus agar mempercepat proses konstraksi. Tunggu punya tunggu, bahkan sampai jam 04.00, rahim istri saya hanya bukaan 1… Maka suka tidak suka, mau tidak mau, istri saya harus disectio…. Ketika mengingat itu, saya terbayang betapa tidak mudahnya menantikan sesuatu. Jangankan menunggu sampai 20 jam, satu jam pun menanti adalah pekerjaan yang melelahkan, menguras tenaga dan pikiran. Ada kekuatiran, kegelisahan dan ketakutan yang sulit untuk dihilangkan…….

Mungkin karena hal itulah, maka bila kita berbicara soal menanti akan kedatangan Tuhan, itu menjadi pekerjaan yang sangat berat dan menakutkan. Jangankan bicara tentang kedatangan Tuhan atau akhir jaman, tokh orang sudah merasa ngeri luar biasa ketika menyaksikan film 2012 yang disutradarai oleh Roland Emmerich. Paling tidak, film itu cukup membuat orang ketakutan, sehingga hari minggu pertama setelah pemutaran film itu, kehadiran jumlah pengunjung dalam kebaktian peningkat dengan pesat. Itu artinya, orang menyadari bahwa dirinya penuh dosa dan berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan.

Jadi bayangkanlah bila Tuhan benar-benar datang ! Maleakhi 3 : 2 menggambarkan kedatangan Tuhan laksana api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu. Kedatangan Tuhan layaknya pemurnian dan pembersihan. Tidak ada seorang pun yang dapat lolos dari penghakiman-NYA. Semua orang akan dihadapkan pada pengadilan Tuhan. Dan pengadilan Tuhan tidak seperti pengadilan dunia yang mudah direkayasa, disuap dan diatur, seperti yang dilakukan oleh Anggodo……

Itulah sebabnya, isue tentang kedatangan Tuhan selalu saja mengundang banyak pertanyaan dalam benak kita masing-masing : “Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan Tuhan ? Siapkah kita manakala Tuhan benar-benar datang ? Apakah kita bersedia mengaku-NYA sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, tidak seperti sikap orang-orang Yahudi ketika Tuhan Yesus hadir 2000 tahun yang lalu yang telah menolak-NYA ? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini wajar, bilamana menyadari, bahwa diri kita begitu pekat karena diliputi dosa dan perbuatan jahat. Belum tentu ketika IA datang mendapatkan diri kita tetap memiliki keyakinan yang kokoh. Kedatangan Tuhan sungguh membuat kita merasa miris dan tak berdaya apa-apa.

Saudara, … Bagi setiap orang percaya semestinya isue kedatangan Tuhan direspon dengan penuh rasa syukur. Bersyukur bukan karena dunia yang penuh penderitaan ini segera berakhir. Tidak ada seorangpun yang tahu kapan hal itu terjadi. Kita bersyukur, sebab kepada setiap orang percaya dinyatakan janji-NYA, yakni disediakan tempat yang layak, sehingga kita dapat bersekutu dengan Tuhan secara langsung tanpa ada penghalang karena kedagingan kita. Kita bersyukur sebab keselamatan itu pasti dinyatakan. Hanya masalahnya, cukup layakkah kita menerima itu ?

Di sinilah pentingnya "meluruskan kehidupan" sebagai upaya menanti secara berkualitas. Mari kita perhatikan dua hal yang seharusnya menjadi fokus penantian kita :
1. Seperti yang diungkapkan Maleakhi, bahwa kedatangan Tuhan bertujuan agar setiap orang bersedia mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN (Maleakhi 3 : 3b). Sifat persembahan adalah ungkapan syukur. Tindakan itu jauh dari motivasi yang keliru, seperti : tindakan ritual keagamaan dan upaya untuk menyuap Tuhan.

Mengapa persembahan kita harus dijauhkan dari motif ritual keagamaan ? Sebab tidak jarang, orang memberikan persembahan sekedar karena kewajiban, tuntutan ibadah. Itulah sebabnya orang menjadi terpaksa untuk memberikan persembahan. Padahal, persembahan semestinya didasari oleh ungkapan syukur. Tuhan terlebih dahulu menyatakan anugerah dan berkat-NYA dalam hidup kita. Maka ketika kita memberikan persembahan, itu berarti kita mensyukuri segala pemberian Tuhan. Maka persembahan seharusnya dilakukan dengan setulus-tulusnya, tanpa keterpaksaan.

Begitu juga halnya bila orang berpikir, bahwa persembahan merupakan upaya untuk menyuap Tuhan. Cara berpikir demikian tidak sedikit. Misalnya : Demi mendapatkan berkat lebih, maka kita mau memberikan persembahan. Semakin banyak persembahan yang kita berikan, maka Tuhan akan semakin banyak memberikan berkat. Atau, persembahan dilihat sebagai upaya untuk menyuap Tuhan, demi terkabulnya permintaan kita kepada-NYA. Benarkah demikian ? TIDAK ! Berkat Tuhan atau terkabulnya setiap doa dan harapan kita tidak ditentukan oleh banyak sedikitnya kita dalam memberikan persembahan. Berkat dan pengabulan setiap permintaan sepenuhnya bergantung pada rencana-NYA dalam hidup kita. Itulah sebabnya, persembahan kita haruslah didasari pada kebenaran, yakni ketulusan dan kesungguhan, bukan keterpaksaan atau karena motif menyuap Tuhan. Kita perlu ingat, bahwa Tuhan selalu melihat dari hati para pemberi persembahan. Persembahan yang benar akan menyukakan hati Tuhan.

2. Seruan Yohanes Pembaptis, demikian : "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu, ....” (Lukas 3 : 3). Kunci dari sikap menantikan Tuhan adalah pertobatan. Macam apa ? Mari kita lihat arti pertobatan. Kata pertobatan berasal dari kata tobat, yakni kembali (berbalik) ke jalan yang benar. Kata itu bersifat aktif dan bukan pasif. Ia tidak menunggu pihak lain, tetapi ia aktif untuk melakukannya….. Maksudnya, orang bersikap aktif untuk melakukan pembenahan dalam kehidupan pribadinya agar dinyatakan layak oleh Tuhan dalam mewujudkan rencana-NYA. Salah satu hal mengenai pertobatan itu adalah kehidupan ibadah kita.

Sama halnya dalam memberi persembahan, orang bisa saja keliru dalam memaknai ibadah. Ibadah bukan sekedar ritual keagamaan (kebiasaan), tetapi merupakan sarana kita untuk berjumpa dengan Tuhan (makna individual) dan bersekutu dengan sesama (makna sosial). Melalui ibadah, kita mengoreksi cara hidup kita yang tidak benar oleh Firman yang ditaburkan…..

Menanti berarti bersiap diri sambil melakukan pembaruan hidup. Dengan begitu, Tuhan akan melayakkan kita dan kita termasuk orang-orang yang pantas menerima segala rencana dan kehendak-NYA. AMIN….

0 komentar:

About This Blog

  © Free Blogger Templates Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP