YESUS YANG KUTAHU

>> Kamis, 06 Agustus 2009

Bacaan Alkitab : Matius 5 : 20
Remaja yang dikasihi Tuhan,
Jika saat ini Yesus ada di tengah-tengah Saudara, apakah Saudara akan mengenali-Nya ? Mungkin Saudara akan menjawab, “Ya, saya akan mengenal Dia. Lihatlah bekas luka-Nya !” Atau mungkin Saudara sama sekali tidak mengenal-Nya. Sebab bukankah Dia adalah Allah yang Mahatinggi, penuh kuasa dan kebenaran.
Berbagai tanggapan dapat saja muncul sekitar apakah saya dapat mengenal-nya atau tidak ! Namun bila kita memperhatikan respon para murid ketika Yesus telah bangkit dan berada di tengah-tengah mereka, ternyata mereka tidak dapat mengenal-Nya dengan baik. Padahal mereka sudah bersama-sama Yesus selama 3 tahun lamanya. Mereka tidak hanya mengenal-Nya secara fisik, tetapi juga tidak sepenuhnya mengenal setiap ajaran yang diberikan-Nya.
Kita patut bersyukur, sebab orang-orang modern saat ini telah memiliki Alkitab. Terutama kitab-kitab Injil, yang berisi kesaksian para murid dan para penulis sendiri tentang siapa Yesus. Melalui kesaksian itulah, kita dapat belajar semakin banyak, bukan dalam hal fisik-Nya, tetapi apa yang telah diajarkan-Nya bagi manusia di dunia ini.
Salah satu hal yang pernah Yesus ungkapkan orang banyak ketika Ia sedang berkotbah di atas bukit, demikian : “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Matius 5 : 20) Perkataan Yesus itu dapat dibagi dua hal yang saling berkitan satu sama lain.
Pertama, Ia mengatakan bahwa setiap orang haruslah hidup benar, lebih dari apa yang dapat dilakukan oleh para cendekia agama yang sangat dikagumi saat itu. Mengapa Yesus berkata demikian ? Bukankah para cendekian agama adalah orang-orang penuh kebenaran, yang tidak hanya rajin membaca kitab suci, tetapi juga yang mampu mengamalkan aturan-aturan dalam hukum Taurat ? Mengapa Ia membandingkannya dengan orang-orang yang begitu dikagumi oleh masyarakat Yahudi saat itu ?
Kita tahu, bahwa hidup keagamaan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat tidak bisa diragukan lagi kesalehannya. Betapa tidak ! mereka berdoa dan bersembahyang 3 kali sehari, bahkan lebih. Perpuluhan mereka lakukan seperti aturan yang ada. Selain itu, mereka berpuasa dengan rajin dan tidak pernah lupa untuk selalu membawa kitab syuci ke manapun mereka pergi. Bila kita dibandingkan dengan mereka, rasanya kita sama sekali tidak ada apa-apanya. Hidup kesalehan kita jauh daripada mereka. Sebab kita menyadari, bahwa kita menjalankan hidup keagamaan kita banyak yang bolong-bolong. Jika demikian, mengapa Ia berkata demikian ?
Yesus tidak berkata agar kita hidup lebih baik, tetapi hiduplah lebih benar. Coba perhatikan cara hidup mereka ! Mereka lebih mengutamakan peraturan ketimbang rasa kasih terhadap sesama. Buktinya, mereka justru mengkritik Yesus ketika Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Hati dan pikiran mereka punh kecurigaan terhadap tindakan Yesus. Padahal mereka tahu, bahwa dalam kitab suci telah dinubuatkan tentang Mesias yang akan datang di tengah-tengah mereka, dan Mesias itulah yang akan mngemban misi Bapa untuk menyelamatkan umat manusia dari hukuman dosa. Memang, mereka rajin beribadah, tetapi mereka tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Itulah sebabnya, Yesus menekankan hidup benar dan bukan sekedar menjalankan aturan keagamaan, yang bisa saja membelokkan kita dari prinsip utama hidup kristiani, yakni kasih. Hukum kasih itu harus seimbang, antara kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia. Hidup yang benar itu adalah menjalin hubungan vertikal dengan Allah dan aplikasi yang nyata dengan mengasihi sesama, seperti mengasihi diri sendiri.
Kedua, Yesus mengatakan bahwa bila kita menjalankan hidup yang lebih benar, maka Kerajaan Sorga dapat diraih. Ini merupakan suatu jaminan dari Allah sendiri. Ia sudah memberikan anugerah keselamatan itu dalam diri Yesus Kristus melalui jalan salib yang penuh penderitaan. Keselamatan itu adalah anugerah, pemberian yang cuma-cuma, tidak dapat diperoleh dengan cara mengusahakannya (Efesus 2 : 8 & 9). Sekalipun demikian, rasa syukur menerima anugerah yang cuma-cuma itu harus benar-benar diwujudkan, tidak sekedar kita beriman saja. Sebab hidup benar itu merupakan tindakan yang nyata dan bukan sekedar sesuatu yang kita simpan dalam hati. Sebab bisa saja seseorang dikatakan beriman, tetapi mutu hidupnya tidak dapat dipertanggung-jawabkan secara iman. Sebab untuk apa ia mengaku beriman dan telah mendapat keselamatan, namun masih tetap hidup dalam kehidupannya yang lama penuh dosa.
Di sinilah, rasa syukur atas anugerah itu harus benar-benar dinampakkan. Yesus tidak sekedar berbicara soal kasih, tetapi Ia sendiri menunjukkan bagaimana hidup penuh kasih itu dijalankan. Ia mengasihi orang banyak bukan sekedar memberikan berkat dan kesembuhan, tetapi juga Ia bersedia memberikan diri-Nya sebagai korban tebusan bagi umat manusia. Bahkan di dalam penderitaan-Nya itu, ia tidak mengeluarkan kata-kata penuh amarah dan makian. Ia justru berdoa agar Allah Bapa mengampuni mereka yang tidak tahu apa yang mereka sedang perbuat.
Itulah Yesus, antara perkataan-Nya dengan tindakan-Nya selaras. Ia tidak seperti orang yang memakai topeng, penuh sandiwara dan kebohongan. Ia tidak juga seperti bunglon, yang mudah berubah. Namun ia punya prinsip yang terus dipegang dan dijalankan-Nya. Demikianlah Yesus, Tuhan kita, telah memberikan teladan demikian. Paling tidak, kita telah mengetahui sedikit dari apa yang Ia ajarkan dan lakukan. Masalahnya adalah, kapan kit mulai melakukan hidup benar itu ?

0 komentar:

About This Blog

  © Free Blogger Templates Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP