AMBISI, BOLEHKAH ?

>> Minggu, 09 Agustus 2009

Markus 9 : 33 - 37

 Kata ambisi, sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia, dipahami sebagai : keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu (seperti pangkat, kedudukan) atau melakukan sesuatu. Kata “ambisi” berbeda penekanan maknanya dengan kata “ambisius”. Kata “ambisius” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai berkeinginan keras mencapai sesuatu (cita-cita, dsb). Bila keduanya sama-sama berbicara soal keinginan untuk mencapai sesuatu, namun keduanya berbeda penekanan. Yakni, soal bagaimana cara untuk mencapai keinginan dan demi siapa keinginan itu tercapai…..

 Seseorang yang mempunyai keinginan besar untuk mencapai sesuatu, itu sesuatu yang wajar dan menjadi keharusan. Karena adanya suatu keinginan, maka orang punya suatu usaha, sehingga itu menjadi “spirit” bagi upaya yang dilakukan. Tanpa memiliki keinginan dan upaya untuk mencapai sesuatu, hidupnya seakan-akan tidak memiliki spirit, sehingga bisa saja ia dianggap “mati”.

 Namun sebaliknya, jika suatu keinginan yang dijalankan hanya demi mencapai keinginan itu sendiri tanpa memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku, memberikan manfaat apalagi merugikan bagi pihak lain, itu tentunya tidak boleh terjadi. Rupanya, hal itu terdapat pada diri para murid Tuhan Yesus.

 Konteks bacaan kita berkaitan dengan ucapan Yesus : “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.” (Markus 9 : 31). Jika Yesus akan “pergi” (dibunuh dan mati), lalu siapa yang menggantikan posisi-Nya sebagai pemimpin di antara mereka. “Kelompok” mereka haruslah tetap eksis, agar misi Yesus bisa terus diperjuangkan…..

 Sebelumnya, ada desas-desus sekitar permintaan ibunda Yakobus & Yohanes dan mereka sendiri (Lihat Matius 20 : 20 – 21; Markus 10 : 35 – 37). Keluarga Zebedeus dengan Yesus memang masih ada pertalian saudara. Bisa jadi, kedudukan seorang pemimpin di antara para murid akan jatuh ke tangan mereka (suksesi). Atau, jatuh ke tangan murid yang sangat dikasihi Yesus. Bisa Yohanes, bisa juga Petrus. Jadi, ketika berbicara soal “kepergian Yesus”, yang terlintas dalam pemikiran para murid adalah siapa di antara mereka yang dianggap terbesar, yang akan menggantikan posisi Yesus kelak. Mereka tidak memikirkan misi utama Yesus yang seharusnya terus diperjuangkan, tetapi soal kedudukan….

 Atas konflik yang terjadi di antara para murid-Nya, Yesus berkata : “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” (Markus 9 : 35) Tuhan Yesus mengisyaratkan, bahwa suatu keinginan (hasrat) untuk mencapai sesuatu adalah hal yang wajar dan bukanlah dosa. “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu (terbesar)..…” Ucapan Tuhan Yesus itu sekaligus memperlihatkan kepada kita, bahwa janganlah tabu terhadap suatu keinginan, sebab hal itu wajar dalam kehidupan manusia. Tuhan Yesus sendiri punya ambisi untuk melakukan tugas Bapa-Nya di dunia ini, sekalipun Ia sendiri harus siap menanggung salib demi keselamatan umat manusia. Suatu keinginan ibarat obor yang harus terus menyala, yang memberikan dorongan bagi upaya untuk mencapai hasrat tertentu….. Namun apakah mereka memahami makna ucapan Yesus itu ? Ini yang perlu kita lihat bersama.

 Rupanya, para murid hanya berpikir tentang kedudukan/posisi tanpa mengerti apa yang harus dilakukan dan konsekuensi macam apa ketika hal itu tercapai. Banyak orang berkeras untuk mencapai kedudukan tertentu, namun ketika mereka memperolehnya, mereka berkeras juga untuk mempertahankannya tanpa berbuat bagi kepentingan banyak pihak….. Ya, orang cenderung egosentrisme; saya berjuang demi kepentingan dirinya sendiri (popularitas, jabatan, dsb).

 Di sini, Tuhan Yesus menantang para murid-Nya : “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” Apa artinya ? Boleh saja orang punya keinginan dan mengejar keinginan itu, asalkan orang itu bersedia menjadi “terakhir” dan “pelayan” dari semuanya. Orang yang ingin punya kedudukan tertentu dan mengejarkan semestinya juga paham, bahwa dirinya haruslah menjadi orang “yang tidak diperhitungkan” dan “hamba” bagi orang-orang yang dipimpinnya.

 Ucapan Tuhan Yesus ini bukan seperti seorang dosen yang memberi kuliah dengan berbagai pengetahuan yang cemerlang. Ide Yesus tentang yang “terakhir” dan menjadi “hamba” dibuktikan-Nya dengan kesediaan-Nya untuk membasuh kaki para murid-Nya (Yohanes 13 : 4 – 17).

 Tuhan Yesus menjelaskan tentang suatu ambisi dengan gambaran seorang anak kecil. Sambil memeluk anak kecil, Yesus berkata : “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku.” (Yohanes 9 : 37) Anak kecil menjadi gambaran ketulusan, kebersahajaan, tanpa sandiwara ataupun topeng (maksud lain). Jika punya ambisi, ya lakukanlah itu dengan ketulusan, bukan demi kepentingan ambisi itu sendiri apalagi kekuasaan, melainkan demi kepentingan Tuhan….

PERTANYAAN :
1. Ambisi macam apa yang Anda miliki ?
2. Apa yang Anda lakukan ketika mengupayakan ambisi itu ?
3. Untuk siapa ambisi itu diberikan ?

0 komentar:

About This Blog

  © Free Blogger Templates Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP