DEMONSTRASI dan KEADILAN MENURUT KRISTUS

>> Minggu, 09 Agustus 2009

Sejak bola reformasi bergulir 11 tahun yang lalu, berbagai demonstrasi menjadi sebuah eforia baru. Konon, demonstrasi merupakan wajah baru demokratisasi, menjadi pilihan beberapa pihak untuk menyuarakan aspirasi, kepentingan, ide dan kritiknya. Protes itu dinyatakan secara massal, yang tentunya terjadi mobilisasi massa. Ada bermacam-macam demonstrasi : sengketa hasil pilkada, protes mahasiswa, organisasi masyarakat, hingga aksi kaum buruh. Awalnya mungkin ingin memperjuangkan kesejahteraan demi menyuarakan keadilan dan kemakmuran bagi rakyat banyak, dengan melakukan long-march, berteriak-teriak, membakar ban, aksi teatrikal, merusak pagar, aksi jahit mulut, dsb. Tanpa bermaksud mengecilkan apa yang dikorbankan untuk demonstrasi, tapi penulis melihat bahwa demonstrasi telah kehilangan esensi dan relevansinya. Demonstrasi pun telah menjadi semakin anarkis dan tak terarah. Skeptisime baru telah muncul, perjuangan keadilan pun menjadi mandul tak berarti. Sebab tidak jarang, demonstrasi itu justru telah melahirkan penderitaan baru bagi beberapa orang, juga masyarakat yang menjadi korbannya. Demonstrasi tidak lagi dilakukan demi menyuarakan keadilan, tetapi justru menciptakan ketidak-adilan baru….

Anda tentu ingat demonstrasi maut yang terjadi di Sumatra Utara. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 9 Pebruari 2009 yang lalu, di mana seribu lebih massa pendukung ProTap berunjuk-rasa di DPRD Sumut dan memasuki ruang sidang utama sambil membawa sebuah peti mati untuk menemui wakil rakyat yang sedang melakukan rapat paripurna di tempat itu. Massa yang dalam jumlah besar itu membawa Ketua DPRD Sumut, Aziz Angkat ke ruangan Fraksi Partai Golkar sambil dicaci-maki, ditarik-tarik dan bahkan harus menerima perlakukan tidak pantas dari sejumlah pengunjuk rasa. Diduga tidak kuat menahan serangan, Aziz Angkat yang juga Sekretaris Partai Golkar Sumut itu terkapar dan meninggal dunia meski sempat dilarikan ke rumah sakit Gleni Internasional Medan.

Sekalipun sebagai pemimpin massa pada masanya dan punya kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan demonstrasi ala masyarakat kini, namun Tuhan Yesus tidak melakukannya. Sebenarnya Tuhan Yesus punya banyak alasan untuk melakukan protes dengan aksi mobilisasi massa demi menyuarakan keadilan. Peraturan dan hukum yang berlaku saat itu cenderung tidak memihak rakyat kecil dan berat sebelah. Ketidak-adilan sangat kentara, misalnya tentang peraturan Sabat. Jelas tertulis, “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat.” (Keluaran 20 : 8) Maksudnya, setiap orang, tanpa kecuali, harus memanfaatkan hari itu untuk memuliakan Tuhan. Namun dalam prakteknya, aturan itu ditafsirkan “Jangan melakukan suatu pekerjaan apapun” oleh para pemimpin agama saat itu. Akibatnya, aturan itu digunakan oleh mereka untuk mengkritik para murid Yesus, yang karena lapar, memetik bulir gandum dan memakannya (Matius 12 : 1). Tuhan Yesus pun pernah dipersalahkan karena telah melakukan suatu perbuatan pada hari sabat, yakni menyembuhkan orang sakit (Matius 12 : 10). Padahal, menurut Yesus, peraturan dibuat bukan demi terwujudnya peraturan itu, juga bukan untuk menjebak orang agar ia bisa dinyatakan bersalah. Demikian ucapan Tuhan Yesus, “Jika memang kamu mengerti maksud firman ini : Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat." (Matius 12 : 7 – 8) Jadi seharusnya, peraturan atau hukum digunakan semata-mata demi untuk kemuliaan Tuhan, dan bukan sebaliknya.

Apa itu keadilan ? Dalam pandangan Yahudi, juga umumnya kita semua, mengartikan keadilan sebagai tindakan setimpal (mata ganti mata, darah ganti darah). Lex Talionis ! Hukum Pembalasan !…. Jika seseorang telah mengorbankan pihak lain, maka pihak lain itu berhak menuntut keadilan dengan balasan yang setimpal.

Keadilan demikian tentu tidak pernah memberikan penyelesaian. Yang terjadi adalah saling menuntut, saling membalas. Masalah tidak akan pernah selesai di situ, sebab ternyata keadilan dalam konsep demikian justru menimbulkan rasa dendam satu kepada yang lain. Bila tuntutannya tidak “setimpal”, maka dendam itu belum terpuaskan. Hal itu akan terus berlangsung seperti itu, dan keadilan yang diharapkan tidak akan pernah tercipta.

Itulah sebabnya, demi menuntut sebuah keadilan, Tuhan Yesus tidak melakukan protes seperti yang dilakukan orang-orang pada umumnya dalam berdemonstrasi. Protes yang dilakukan Yesus adalah dengan cara memberi contoh, melalui keteladanan, bahkan diri-Nya sendiri sebagai suatu “korban” dari sebuah ketidak-adilan. Itulah salib Yesus ! ia bersedia menjadi “korban” terakhir dari ketidak-adilan manusia….. Bagi Yesus, keadilan yang dimaksud adalah memberi diri, menyangkal diri. Melalui itu, keadilan yang diperjuangkan dengan penuh cinta kasih seharusnya menjadi cara pandang baru untuk diperjuangkan oleh kita semua.

Lihatlah bagaimana Allah menuntut keadilan kepada manusia yang telah berdosa kepada-Nya. Ia tidak membalas kejahatan dan keberdosaan manusia dengan hukuman yang setimpal, yang memang layak manusia terima. Tetapi Tuhan justru meniadakan hukuman itu melalui pengampunan agar manusia lebih menghargai hidup dan keberadaan manusia lain dengan cinta kasih yang harus diberlakukan dan terus-menerus diperjuangkan. Demikian kesaksian pemazmur, “TUHAN menjalankan keadilan dan hukum bagi segala orang yang diperas. Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel. TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita. Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.” (Mazmur 103 : 6 – 13)

0 komentar:

About This Blog

  © Free Blogger Templates Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP