ARTI SEBUAH PERNIKAHAN

>> Kamis, 10 September 2009

I Tawarikh 17 : 16 – 27 (II Sam 7 : 18 – 29)

Mempelai yang berbahagia,
Menetapkan arti dari suatu pernikahan merupakan langkah awal dalam menjalani kehidupan sebuah rumah tangga. Bahkan penetapan arti pernikahan ini sangatlah penting, sebab menentukan isi dan mutu kehidupan rumah tangga yang akan dibangun oleh kedua mempelai.

Misalnya :
a. Jika pernikahan dipandang sebagai bentuk kontrak bisnis, maka apabila dalam pernikahan itu tidak lagi ada kecocokan, tidaklah mengherankan apabila kedua pribadi yang telah saling menyatakan cinta itu memutuskan untuk berpisah.
b. Jika pernikahan diartikan sebagai peruntungan, maka kalau nasibnya baik, pernikahan akan berjalan langgeng dan harmonis, tapi jika nasibnya kurang baik, maka pernikahannya berjalan tidak lancar dan sering terjadi masalah, maka bila terjadi perpisahan dikemudian hari, itu dianggap lumrah. Bukankah nikah itu sebuah spekulasi ? Kalau nggak membawa keberuntungan, ya jangan diteruskan.
c. Jika pernikahan diartikan sebagai karunia Tuhan, maka apapun yang terjadi, baik perkara-perkara yang menyenangkan atau tidak, baik dalam kelimpahan atau kekurangan; atau ketika ada anak atau tidak di tengah-tengah kehidupan rumah tangga yang dibentuk itu. Semuanya tetap dipandang sebagai karunia Tuhan yang patut disyukuri dan dinikmati.

Biasanya orang akan mengatakan, bahwa pernikahan mereka adalah anugerah Tuhan. Oh itu baik, dan sangat baik ! Namun tunggu dulu, mari kita lihat di sekeliling kita ! Tidak sedikit pasangan yang menikah di depan altar berakhir dengan perpisahan.

Padahal, sebelum menikah mereka menyatakan saling cinta satu sama lain dan ingin sehidup semati. Kalau diibaratkan lagu, sekalipun harus makan sepiring berdua pun tidak apa-apa. Yang penting selalu berdua…. Namun kenyataannya, tidak jarang kita melihat pernikahan mereka bagaikan kapal yang kandas di tengah perjalanan pelayanan mereka sehingga tidak dapat menuju pelabuhan bahagia. Yang semula getol ingin segera menikah, tetapi baru saja perahu itu berlayar, mereka tidak ingin lagi menaikinya bersama. Mereka ingin sendiri-sendiri lagi. Terjadinya kegagalan bukan semata-mata karena cinta kasih mereka yang kurang, tetapi bisa jadi karena keliru dalam menetapkan arti sebuah pernikahan bagi mereka.

Pernikahan atau hidup rumah tangga merupakan anugerah/berkat Tuhan semata. Ketetapan inilah yang dicanangkan Daud di dalam hidupnya. Ia berbuat demikian bukan karena ia seorang raja dan nabi. Alkitab sangat jelas memaparkan, bahwa hidup Daud tidak ada bedanya seperti kita. Ia pun mengalami masa-masa pahit. Ketika dikejar-kejar Saul, Daud harus berpisah cukup lama dengan keluarganya. Di tengah-tengah pelariannya dari kejaran Saul, Daud tentunya menahan rindu yang amat besar untuk bertemu kembali dengan keluarganya dan membangun sebuah keluarga yang ideal. Ia tahu betul, bahwa persoalan dan pergumulan itu datang silih berganti…… Bila persoalan yang satu selesai, maka akan muncul persoalan lain yang lebih berat. Bahkan tidaklah menutup kemungkinan, pergumulan yang satu belum selesai, muncul pergumulan lain yang lebih berat, yang perlu diselesaikan dengan hikmat Tuhan.

I Tawarikh 17 : 16 – 27 merupakan salah satu kalimat Daud, yang mensyukuri berkat Tuhan atas keluarganya. Ia mengakui dengan sungguh-sungguh, bahwa pimpinan dan berkat Tuhan adalah yang paling utama dalam membentuk kehidupan rumah tangganya. Ia bahkan mengakui, bahwa pimpinan dan berkat Tuhan itulah yang telah membawanya sampai sedemikian jauh. Ia tidak merasa dirinya telah berjasa. Ia tidak berpikir, bahwa kesuksesannya terjadi karena kehebatannya. Tidak demikian ! Tetapi yang ia rasakan dan imani adalah bahwa semuanya itu terjadi karena Tuhan yang melakukannya….

Setiap rumah tangga Kristen haruslah belajar dari sikap Daud ini. Kerendahan hati adalah kunci dalam menetapkan arti secara tepat dan benar terhadap pernikahan kita. Tidak jarang, ketika kehidupan rumah tangga kita mengalami keberhasilan, satu sama lain menganggap diri yang paling berjasa. Padahal keberhasilan hidup rumah tangga tidak bergantung dari kehebatan kita mengolah dan memelihara keutuhan dan keharmonisan rumah tangga kita. Itu tidak lain karena anugerah dan berkat Tuhan semata. Sebagai seorang suami, tugas kita adalah memberikan cinta kasih, perlindungan dan pengayoman. Duduk di sebelah kanan bukanlah dasar alasan untuk berkuasa atas istri dan anak-anak. Sebagai istri, kita mempunyai tugas untuk memberikan suasana kehidupan rumah tangga dengan sentuhan kelembutan agar hidup rumah tangga menjadi harmonis, dan bukannya dengan sikap aji mumpung…

Itulah sebabnya, Daud begitu bersyukur pada Tuhan dan tetap memohon pimpinan Tuhan bagi perjalanan kehidupan keluarganya. Berkat ini bukan dimengerti sebatas soal materi saja. Tidak ! Keberhasilan sebuah keluarga tidak diukur oleh materi atau kebendaan. Berkat Tuhan haruslah dimengerti secara luas, yakni menyangkut segala perkara yang terjadi dalam kehidupan rumah tangganya, baik senang maupun susah, baik sehat maupun sakit, baik dalam berkelimpahan maupun kekurangan dst, yang kesemuanya dijalani bersama dengan hikmat Tuhan.

Doa Daud terutama I Tawarikh 17 : 27 ini seharusnya menjadi dasar bagi pernikahan kita, terutama bagi pasangan mempelai ……………………… Hidup kita tidak terlepas dari berkat dan pimpinan-Nya. Kehidupan rumah tangga kita seharusnya juga dilandaskan pada takut dan taat akan Dia agar sungguh berkat Tuhan itulah yang menolong kita dalam setiap persoalan dan pergumulan dalam membangun kehidupan rumah tangga kita. Jadikanlah rumah tangga kita sebagai tempat kediaman Allah menyatakan cinta kasih dan berkat-Nya. Jadikanlah pula rumah tangga kita sebagai tempat kita untuk menyatakan syukur dalam doa dan kerendahan hati….. Amin.

0 komentar:

About This Blog

  © Free Blogger Templates Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP