TAKUT HIDUP, TAKUT MATI

>> Jumat, 11 September 2009

Mazmur 23 : 1 – 6

Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus,
Di dalam dunia ini banyak orang yang takut hidup, namun tidak sedikit pula yang takut mati. Atau istilah yang sering dipergunakan oleh kebanyakan orang adalah “Hidup enggan, mati tak mau…”

Mengapa orang merasa takut hidup ? Ada banyak alasan : beban kehidupan yang makin berat menindih; karena tidak jelas masa depan kita; karena kehidupan manusia yang semakin keras; karena bekal diri tidak cukup, dst.

Mengapa orang merasa takut mati ? Ada banyak alasan. Misalnya : orang merasa belum siap untuk menghadap Tuhan, sebab dirinya terlalu banyak memiliki dosa; Mungkin juga karena masih banyak yang ingin ia kerjakan, atau ada banyak keinginan yang belum terwujud….dst.

Apa yang terjadi terhadap mereka yang takut hidup dan takut mati ? Mereka merasa hidupnya selalu dihinggapi oleh keresahan dan kebimbangan. Akibatnya, mereka tidak mampu merasakan indahnya kebahagiaan yang sejati. Yang dibutuhkan orang-orang semacam ini adalah suatu pegangan, yang memungkinkan mereka memiliki kekuatan dan pengharapan. Bagaimana hal itu dapat diperoleh ?

Mazmur 23 ini, adalah sebuah puisi yang indah dan agung, bukan karena dipenuhi dengan kata-kata yang muluk-muluk. Walaupun bentuknya amat sederhana, namun mazmur ini merupakan sebuah kesaksian dari seseorang yang menyaksikan peran nyata Allah dalam hidupnya.

Ya, pemazmur itu adalah Daud. Kita sering membayangkannya sebagai tokoh hebat, digdaya dan populer di jamannya. Kita sering membicarakan segala keberhasilannya ketika melawan goliath, seorang Filistin yang bertubuh raksasa hanya dengan sebuah ketapel. Apalagi Daud selalu memenangkan peperangan melawan musuh-musuhnya, sehingga kita merasa bahwa hidupnya selalu dilingkupi kebahagiaan & kesukacitaan. Benarkan demikian ?

Saudara,
Sebenarnya, Daud, yang bertubuh kecil dan kesukaannya bermain kecapi itu, tidak ubahnya seperti kita semua. Ia pernah jatuh ke dalam dosa. Ia juga pernah mengalami ketakutan luar biasa untuk menjalani hidup. Sebab para musuhnya siap untuk mengalahkan, menggempur dan membunuhnya. Terbukti, ia pernah berdoa agar Tuhan mengutus seseorang yang mampu menolongnya ketika ia dikejar-kejar oleh para musuhnya, terutama Saul yang selalu merasa iri hati kepadanya (Mazmur 57 : 4, “Kiranya Ia mengirim utusan dari sorga dan menyelamatkan aku, mencela orang-orang yang menginjak-injak aku. Kiranya Allah mengirim kasih setia dan kebenaran-Nya.”). Ya, Daud pun pernah mengalami ketakutan yang luar biasa. Ia takut menjalani hidup yang berat. Ia juga takut mengalami kematian yang sia-sia.

Namun pada masa tuanya, Daud mengenang kembali masa-masa berat dalam hidupnya itu. Dan ia menyadari, bahwa di sepanjang hidupnya ternyata Tuhan tidak pernah meninggalkannya. “Tuhan adalah gembalaku”, demikian tutur Daud. Apa artinya ? Daud merasakan dan mengalami secara pribadi peran Allah yang besar dalam hidupnya. Allah ibarat gembala, yang selalu memimpin, menghibur, menolong dan memulihkannya. Ya setiap titik pada garis pengalaman hidup Daud tidak pernah sedikitpun terluput dari pemeliharaan Allah yang waspada dan penuh kasih.

Mungkin kita pernah mengalami ketidak-berdayaan, tidak tahu harus berbuat apa, lalu muncullah orang-orang yang tidak terduga, peristiwa-peristiwa yang tidak terduga dan kita tertolong ! Apa pendapat saudara tentang hal itu ? Kebetulankah ? Atau, “TUHAN itu memang Gembala kita, sehingga kita sungguh-sungguh tidak kekurangan ?
Di dunia ini tidak sedikit orang yang merasa tidak berdaya menghadapi berbagai ragam tekanan dan ketegangan hidup. Banyak orang lantas menderita kelelahan mental. Masalah besar dalam hidup ini adalah bagaimana manusia dapat memulihkan tenaganya, membaharui kekuatan tubuhnya dan jiwanya, menimbulkan rasa mampu dalam menghadapi tekanan dan ketegangan.

Hanya, yang sangat disayangkan, adalah banyak orang mencoba mencari jalan keluar dengan cara-cara yang tidak sehat dan juga menuruti kehendaknya sendiri. Padahal, kita hanya dapat menemukan penyelesaian terhadap semua tekanan dalam hidup dan ketidak-berdayaan di dalam Allah semata. “Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku.”

Ungkapan Daud itu sungguh tepat. Untuk sampai di padang yang berumput hijau dan ke air yang tenang, seorang gembala perlu melakukan perjalanan yang panjang dan melelahkan bersama dengan domba-dombanya. Untuk bisa menikmati rumput yang hijau dan menghirup air yang sejuk, domba-domba itu perlu setia mengikuti gembala mereka, sekalipun harus melalui tanah cadas dan tandus. Sebab rumput yang hijau tidak terdapat di sembarang tempat. Sebab air yang tenang tidak tersedia begitu saja. Hal itu harus dicari dan dicapai, sekalipun melewati batu-batu cadas yang tajam. Jelas, perlu perjalanan yang melelahkan dan menyakitkan. Jelas, perlu keuletan dan kesabaran yang luar biasa. Namun domba-domba itu tidak melakukan perjalanan sendirian. Mereka disertai oleh sang gembala. Mereka dibimbing oleh sang gembala.
Dalam jiwa dan semangat itulah, kita harus mengartikan dan mengaminkan kata-kata Tuhan Yesus, “Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata : Apakah yang akan kami makan, kami minum dan kami pakai ? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi, Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Matius 6: 31 – 33).

Bila kita mau mengikuti Sang Gembala kita, maka gada dan tongkat-Nya akan menyertai kehidupan kita. Bukan hanya di dalam dunia ini saja, tetapi juga kehidupan yang akan datang (setelah kematian). Kita dianugerahkan keselamatan kekal, sehingga ketika lembah kekelaman itu sedang hadir dalam kehidupan kita, tokh kita tidak perlu merasa kuatir, sebab Dialah yang mendatangkan kekuatan dan penghiburan.

Persoalannya adalah, apakah kita sungguh-sungguh meyakini akan pemeliharaan dan penyertaan Tuhan di dalam hidup kita ? Tokh Tuhan tetap memberi jaminan. “Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.” Ketakutan kita untuk menghadapi hidup yang kita jalani dapat teratasi jika kita menyandarkan diri pada sandaran vertikal. Kita pun tidak merasa takut dan kuatir untuk kehidupan masa yang akan datang, karena Tuhan memberi jaminan dan harapan.

0 komentar:

About This Blog

  © Free Blogger Templates Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP