IMAN DAN PERBUATAN

>> Senin, 07 September 2009

Renungan Minggu, 6 September 2009

Bacaan I (Yesaya 35 : 4 - 7a); Antar Bacaan (Mazmur 125); Bacaan II (Yakobus 2 : 1 – 17); Injil (Markus 7 : 24 – 37)

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus,

Dalam iklan pengantar sebuah acara di radio Maestro, Bandung, diperdengarkan 3 segmen cerita tentang percakapan dua orang. Dua cerita di antaranya, begini :

Pertama, ada seseorang sedang kesulitan memindahkan meja karena berat sekali. Ia meminta bantuan rekannya. Namun rekannya terus bicara tanpa bertindak sedikitpun untuk menolong. Cerita kedua, orang yang sama mobilnya sedang mogok. Lalu rekannya itu berpendapat, bahwa ada 2 solusi : (1). Pergi naik angkot untuk beli bensin; (2). Mendorong mobil itu ke Pom Bensin. Hanya saja, rekannya itu tidak melakukan apa-apa kecuali berpendapat.

Cerita itu ingin menegaskan, bahwa tidak akan bisa terjadi apa-apa hanya dengan berpendapat/berkomentar; Meja tidak akan berpindah jika tidak ada yang melakukannya; mobil tetap saja mogok jika tidak ada yang tergerak untuk membeli bensin atau mendorongnya……

Iklan itu sepertinya ingin memperlihatkan tingkah laku manusia masa kini, yang cenderung menganggap betapa pentingnya mereka yang berpendapat/punya komentar tentang sesuatu hal. Lihatlah betapa hebatnya para komentator bola, tinju, politik dsb ketika mereka memberikan pendapat. Bahkan disadari atau tidak, kita seakan mengiyakan semua pendapat mereka yang seakan-akan brilian dan hebat itu….Namun kita juga maklum, bahwa mereka belum tentu sepiawai ketika memberlakukan pendapatnya itu ..... 

Banyak orang lebih senang berpendapat ketimbang kontribusi nyata. Dalih dari orang yang hanya suka berkomentar atau berpendapat adalah mereka sudah berkontribusi melalui komentarnya. Apakah cukup hanya dengan komentar/pendapat ? Apakah gereja akan berkembang menjadi semakin baik hanya dengan berkomentar atau berpendapat ? Apakah hidup manusia akan berubah ke arah yang lebih baik hanya dengan berkomentar atau berpendapat ? Apakah dunia ini dapat berubah ke arah yang jauh lebih baik hanya dengan berpendapat atau berkomentar ? Pesan terakhir dari iklan itu jelas menegaskan, bahwa dunia lebih membutuhkan kontribusi nyata ketimbang pendapat atau komentar, sebab dunia tidak akan berubah hanya dengan berpendapat saja…..

Begitu juga halnya dengan beriman. Iman adalah sikap yang aktif bukaan pasif. Beriman bukan berbicara soal seberapa besar kita TAHU tentang Tuhan dan Alkitab. TAHU saja tidaklah cukup. Sebab beriman haruslah aktif, melakukan apa yang ia ketahui dan yakini…. Jika seseorang tahu, bahwa Tuhan Yesus adalah penolongnya, apakah ia sudah benar-benar mengalami secara pribadi bahwa Tuhan Yesus adalah penolong sejatinya, sehingga ia mau dengan rela menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Tuhan Yesus, beribadah kepada-Nya sepenuh hati dan selalu menjalin hubungan dengan-Nya dalam doa pribadi ?

Karena begitu pentingnya suatu perbuatan dalam beriman, Yakobus menulis begini : “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan ? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia ?” (Yakobus 2:14) Dengan kata lain, Yakobus ingin menegaskan, bahwa iman (keyakinan kepada Tuhan) selalu identik dan sejajar dengan perbuatan. Iman tidak boleh dilepaskan dari perbuatan. Boleh dikatakan, bahwa ukuran seseorang memiliki iman adalah perbuatannya yang nyata di dunia ini…. Jika seseorang berpendapat, bahwa menolong itu adalah tindakan yang baik ! atau melayani itu adalah tindakan yang mulia, dsb…. Hanya saja, jika orang itu tidak melakukannya. Lalu apa artinya dari kata-katanya itu ? Ibarat tong kosong berbunyi nyaring; NATO (No Action Talk Only). Yakobus 2 : 15 - 16 tertulis demikian : ‘“Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata : "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang !", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu ?”’

Apakah cukup dengan perbuatan ? Ternyata tidak cukup. Sebab kalaupun ada suatu perbuatan, maka perbuatan seseorang haruslah nyata sesuai dengan ukuran iman yang benar. Menurut Yakobus, ukuran iman itu adalah pebuatan yang tidak membedakan, tidak memandang muka, tidak berat sebelah; suatu perbuatan haruslah mencerminkan suatu keadilan dan kebenaran. Yakobus 2 : 1 berbunyi demikian : “Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.”

Apa contohnya ? Mari kita pelajari bersama Injil Markus 7 : 24 – 37. Tulisan itu menceritakan, bahwa dalam perjalanan-Nya dari pantai Danau Galilea menuju daerah Tirus (Pesisir Utara Galilea), Yesus mampir sejenak di sebuah rumah untuk beristirahat. Maksud hati tidak ingin diketahui, tetapi kehadiran-Nya memang selalu menarik perhatian banyak orang, sehingga mereka mengerumuni-Nya.

Di antara orang banyak itu, terdapat seorang perempuan Siro-Fenisia, yang anaknya sedang kerasukan roh jahat. Perempuan itu segera datang kepada Tuhan Yesus dan tersungkur sambil memohon agar anaknya disembuhkan. Tapi apa jawab Yesus ? "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (Markus 7 : 27)

Jawaban Yesus terkesan mengesankan keengganan-Nya untuk menolong perempuan itu. Selain itu, terkesan pula bahwa Dia ingin lebih mendahulukan karya-Nya kepada umat Israel sebagai umat pilihan Allah. Sebab kita tahu, bahwa secara ritual, status anak hanya ditujukan kepada orang-orang Israel sebagai umat pilihan Allah. Sedangkan status "anjing" ditujukan kepada orang-orang non-Israel sebagai ganti istilah "kafir" atas penyembahan mereka kepada berhala atau ilah-ilah lain. Ya, mereka telah menajiskan dirinya karena mencemarkan diri kepada kuasa kegelapan.

Apa respon perempuan itu terhadap jawaban Tuhan Yesus ? Markus 7 : 28 menyebutkan begini : "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak”. Wanita Siro-Fenisia tidak membantah terhadap perkataan Kristus yang begitu pedas dan menyakitkan itu. Dia membenarkan perkataan Tuhan Yesus bahwa dia secara ritual hanya berstatus sebagai “anjing”. Karena itu dia hanya berhak makan remah-remah yang jatuh dari meja perjamuan yang disediakan Allah kepada “anak-anak-Nya”. Dia tidak menuntut untuk memperoleh makanan di meja perjamuan yaitu persekutuan umat Allah. Wanita ini hanya meminta sisa-sisa makanan yang terbuang dari meja perjamuan Allah. 

Dari jawaban wanita Siro-Fenisia tersebut justru kita dapat melihat kebesaran hatinya yang lahir dari iman kepada Kristus. Tepatnya wanita Siro-Fenisia tidak memperlakukan Tuhan Yesus sebagai obyek untuk memperoleh apa yang diinginkan hatinya, melainkan sebagai Mesias yang memiliki kuasa untuk mengusir roh jahat yang merasuki tubuh anaknya. Perempuan itu rela bersikap rendah serendahnya di hadapan Yesus sebagai bukti imannya kepada Tuhan Yesus.

Dengan demikian, ada dua hal yang bisa kita tangkap dari bacaan itu :
(1). Sikap yang terkesan kasar dari Tuhan Yesus hanyalah sebuah ujian atas kesungguhan iman dari perempuan Siro-Fenisia yang memohon anaknya untuk disembuhkan itu. Nyatanya, iman perempuan itu benar-benar teruji, sekalipun ia seakan-akan merasa terhina atas usahanya untuk memohon penyembuhan bagi anaknya. Keseriusan atas imannya nampak dari sikapnya dalam memohon kepada Tuhan Yesus…..sekalipun merasa direndahkan….. Jadi ada perbedaan antara meminta dan memohon. Perempuan itu menjadi contoh bagaimana seseorang memohon kepada Tuhan dalam iman yang sungguh-sungguh, yang dibuktikannya melalui sikap yang merendah serendahnya.
(2). Dua kisah penyembuhan Tuhan Yesus yang diawali kepada orang non-Yahudi lalu kepada orang tuli dan gagap, memperlihatkan bahwa tindakan Tuhan Yesus tidak pilih kasih. Ia melakukannya sesuai dengan kebutuhan orang-orang yang dilayani-Nya. Sekalipun pemohon pertama adalah orang bukan Israel, hal itu tidak menghambat-Nya untuk tetap menunjukkan kasih dan kepedulian-Nya. Itu berarti, Sikap Tuhan Yesus sama sekali tidak membedakan latar belakang dan status seseorang ketika disembuhkan…… Semua orang di mata Tuhan adalah pantas untuk ditolong. Begitulah perbuatan yang benar-benar dilandasi oleh iman yang benar….

Lalu apa pesan Firman Tuhan kali ini ?
(1). Perbuatan atas iman yang benar dari kita semua diuji dalam peristiwa gempa bumi Tasikmalaya, yang terjadi beberapa hari ini. Banyak korban berjatuhan, belum termasuk kerusakan rumah dan kehilangan harta benda dalam waktu sekejap (sekitar 2 menit). Mungkin mereka sudah menabung sekian lama untuk menanti lebaran tiba, namun semuanya menjadi sirna karena gempa. Data sampai malam ini, korban yang tewas dari Cilacap sampai Sukabumi berjumlah 70 orang, 42 masih hilang, 140 ribu lebih rumah yang rusak dan di antaranya hancur total serta ribuan orang menjadi penghuni tenda-tenda tanpa tahu kapan mereka bisa menghuni rumahnya kembali. Di sini, kita diajak untuk menunjukkan respon kita atas iman melalui perbuatan yang nyata untuk menolong mereka…
(2). Dalam gereja, ada tradisi "Siapa yang berpendapat, maka dialah yang harus mengerjakannya". Kondisi ini jelas membuat orang enggan berpendapat, apalagi bertindak dalam pelayanan nyata. Ironisnya, seringpula terjadi di mana di dalam gereja menjadi kumpulan orang-orang yang hanya berpendapat/berkomentar tentang banyak hal soal pelayanan gereja. Banyak orang yang mengambil posisi sebagai para pemikir, tetapi tidak untuk para pelayan yang mau berjerih lelah dengan pelayanan yang nyata. Di sini, Firman Tuhan jelas menginginkan kita untuk memberikan waktu, tenaga, pikiran dan segala talenta yang Tuhan berikan untuk perbuatan yang nyata dalam pelayanan.

0 komentar:

About This Blog

  © Free Blogger Templates Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP