MISTERI ALLAH

>> Kamis, 10 September 2009

Pengkhotbah 8 : 9 - 17

Ada seorang pemuda Kristen berusia 27 tahun. Ia baru saja menikah beberapa tahun, sebelum suatu hari ia menemukan dirinya terkena kanker kelenjar getah bening yang secara lambat namun pasti menggerogoti tubuhnya. Kanker itu menjalar dengan cepat mencapai stadium empat. Pelbagai usaha pengobatan sudah dilakukan, mulai dari mencoba pengobatan tradisional sampai dengan chemoteraphy, namun hasilnya nihil. Tidak ada tanda-tanda menuju kesembuhan, bahkan semakin hari tubuhnya semakin kurus kering dan kematian sudah diambang pintu.

Di tengah-tengah sakitnya, sang pemuda bertanya, “Tuhan, mengapa Engkau membiarkan semuanya ini terjadi dalam hidupku ? Aku orang baik-baik. Aku setia beribadah kepada-Mu. Aku punya tekad ingin menjadi pemuda Kristen yang berani bersaksi dan melayani-Mu. Mengapa Engkau membiarkan aku dalam keadaan seperti ini ?”

Pertanyaan pemuda ini tidak mudah untuk dijawab, bahkan bisa dibilang tidak bisa dijawab oleh kita sebagai manusia. Dalam hidup ini seringkali kita berhadapan dengan hal-hal yang sulit untuk dicerna dengan logika. Di sinilah kita mengakui ada banyak misteri di dalam hidup yang tidak mudah dipahami. Kita tidak tahu, mengapa Allah membiarkan hal-hal yang buruk menimpa orang-orang baik, sementara orang jahat justru nampaknya mujur terus ? Mengapa Allah membiarkan seorang bayi yang masih polos meninggal dunia dan menghancurkan harapan kedua orang tuanya ? Mengapa orang-orang miskin hidupnya semakin menderita, bahkan jadi korban ambisi segelintir orang ? Di manakah letaknya keadilan Allah jika demikian ? Apakah sebenarnya kehendak Allah atas kita ?

Jika kita terus bertanya, “Mengapa Allah begini atau begitu” dan tidak dapat menemukan penjelasan yang memuaskan, mungkin kita bisa merasa kecewa, bahkan frustrasi dalam mengenal Allah. Ada banyak orang meninggalkan Tuhan karena mereka semakin lama semakin tidak yakin bahwa Allah itu ada. Ketidak-yakinan itu muncul karena mereka menganggap bahwa Allah tidak berbuat apa-apa bagi mereka. Allah dituduh tidak dapat membuktikan keadilan-Nya dalam hidup mereka. Bagi mereka, itu berarti Allah tidak ada !

Masalahnya bagaimanakah kita harus bersikap jika kita menemukan hal-hal yang merupakan misteri Allah dan kita tidak paham akan kehendak-Nya ? Mari kita berguru sejenak dari Pengkhotbah !

Penulis Kitab Pengkhotbah adalah seorang yang sangat jujur dan realistis dalam menggambarkan kehidupan manusia. Ia berbicara secara terbuka (blak-blakan, apa adanya) tentang fakta hidup manusia, yang seringkali dirasakan begitu pahit :
Pertama, Pengkhotbah melihat adanya kehidupan yang keras. “Orang yang satu menguasai orang yang lain hingga ia celaka.” (ayat 1) Penindasan terhadap kaum lemah selalu terjadi di muka bumi ini tanpa bisa dihalangi. Seolah-olah tidak ada campur tangan dan pertolongan Allah di bumi ini. Siapa yang kuat, ia yang menang.

Kedua, Pengkhotbah melihat adanya ketidak-adilan dalam kehidupan beragama. Terkadang agama dipakai untuk memihak kelompok yang salah, membela dan merestui sepak terjang orang yang berbuat kejahatan, sedangkan orang-orang yang berlaku benar tidak dihargai bahkan dilupakan. “…orang-orang fasik…boleh masuk, sedangkan orang yang berlaku benar harus pergi dari tempat yang kudus dan dilupakan dalam kota.” (ayat 10)

Ketiga, Pengkhotbah melihat orang jahat seringkali nampak hidup dalam kemenangan. “Hukuman terhadap perbuatan jahat tidak segera dilaksanakan.” (Ayat 11), sehingga tidak ada rasa keadilan di tengah masyarakat. Seringkali sampai hari inipun kita masih melihat adanya pejabat atau orang kaya yang melakukan tindak korupsi besar-besaran atau diktator yang gagal dijerat dan dapat menyogok para hakim dengan uang untuk memutar-balikkan kebenaran.

Keempat, Pengkhotbah melihat, bahwa ada orang-orang yang benar, yang menerima ganjaran yang layak untuk perbuatan orang fasik, dan ada orang-orang fasik yang menerima pahala yang layak untuk perbuatan orang benar. (ayat 14) Pendek kata, yang benar diganjar seperti orang fasik dan orang fasik hidupnya dipenuhi pahala yang seharusnya menjadi milik orang benar.

Fakta-fakta di atas tentu membuat kita berpikir, untuk apa hidup benar jika kenyataan lebih memihak kepada orang yang tidak benar. Atas fakta-fakta itu, Pengkhotbah justru menekankan 2 hal :
1. Kita harus yakin, bahwa orang-orang fasik hidupnya tidak akan beroleh kebahagiaan sejati. Mungkin mereka dianggap berbahagia di dunia ini, tetapi kebahagiaan itu semu. Untuk apa berbahagia di bumi, jika tidak ada jaminan hidup sesudah kematian nanti ?
2. Kita harus belajar untuk beriman, bahwa sekalipun ada banyak hal yang sulit dipahami dengan logika, namun dengan iman kita dapat memahami semuanya itu dan tetap hidup di dalam kesukacitaan sebab Tuhanlah yang akan menyatakannya dalam hidup kita.

0 komentar:

About This Blog

  © Free Blogger Templates Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP